19 April 2010

Panduan Hadapi "The Liars"

Panduan Facebooker diambil dari Laporan : Inggried Dwi Wedhaswary (Kompas.com)
Bagian I :
Jejaring sosial Facebook kini tak hanya dimanfaatkan untuk mempererat relasi sosial. Dalam satu tahun belakangan, mulai marak bisnis online yang memanfaatkan booming jejaring ini. Tak ada data pasti, tapi diperkirakan ratusan (mungkin) bahkan ribuan online shop yang bertransaksi di dalamnya.

Facebook pun mendatangkan keuntungan juga secara ekonomi. Apalagi, bagi para ibu atau wanita pekerja yang ingin menjalankan bisnis sampingan. Facebook juga dijadikan alternatif pasar bagi pebisnis atau pedagang yang juga menjalankan bisnisnya secara konvensional.

Berbisnis di Facebook terbilang mudah dan murah, tak perlu mengeluarkan uang untuk membeli domain website. Jika dibandingkan membuat blog yang juga gratis, Facebook juga terbilang masih unggul karena lebih interaktif serta cukup pesat perkembangannya.

Namun, sisi positif ini selalu saja diikuti dengan ulah oleh orang-orang tak bertanggung jawab sehingga mendatangkan efek negatif. Salah satunya, modus penipuan oleh online shop fiktif dan pembeli alias buyer nakal.

Sebuah laman grup online shop dan pembeli, Blacklist & Whitelist Seller or Buyer of Online Shop, ramai dengan kisah mereka yang mengalami penipuan oleh online shop fiktif atau pembeli yang bertipikal hit and run. Nominal yang raib tak tanggung-tanggung, mulai ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Misalnya salah satu cerita yang di-posting May Potter. Wanita 25 tahun yang berdomisili di Papua ini ditipu sebuah online shop “nakal” sebesar Rp 1,3 juta.
“Aku cuma mo kasih info nech baru2 ni aku dah kena tipu ma OS (online shop), dia di bidang perangkat kompi (komputer). Rekening BCA a.n Adi domisili Banyuwangi, aku kena tipu 1,3 juta looo... uang segitu lumayan buat beli baju kan... so hati2 ya sista... ^_^,” tulis May pada discussion board dalam grup tersebut.

Melalui perbincangan maya dengan Kompas.com, May mengatakan sudah mencoba melacak melalui rekannya yang tinggal satu kota dengan pemilik online shop tersebut. “Aku sudah minta tolong teman yang di Banyuwangi untuk mencari tokonya, tapi enggak ada toko dengan nama tokonya dia. So, aku langsung yakin kalau aku udah ketipu. Terus, aku minta suami lapor polisi, tapi kata suami enggak usah karena takut enggak ditanggapi dan buang-buang waktu. Ya udah, ikhlasin aja, walaupun hatiku sebenarnya enggak ikhlas,” cerita May.

Dikatakan May, belanja secara online bukan yang pertama kali dilakukannya. Namun, baru kali ini mengalami “apes”. “Aku biasa belanja online, jadi ya karena kepercayaan aja,” ujarnya.

Pakar strategi dan pemasaran bisnis online, Nukman Luthfie, mengatakan, fenomena bisnis online dengan menggunakan Facebook memang tengah mengalami peningkatan. Kemudahan membuat akun di jejaring sosial ini, menurutnya, menjadi salah satu kelebihan.

“Untuk bikin akunnya kan gampang, bisa dibuat oleh siapa saja. Cuma modal e-mail saja. Kemudian, add orang juga gampang. Tapi menghilangnya juga gampang,” ujar Nukman kepada Kompas.com, pekan lalu.

Hal ini pulalah, menurut Nukman, menyebabkan berbisnis online di Facebook memiliki risiko lebih besar. Risiko ini berlaku bagi pembeli ataupun penjual. “Di FB (Facebook) itu agak susah melacaknya. Apalagi belum ada aturannya berbisnis di FB. Yang sudah ada aturannya itu kan di Kaskus. Ada penjamin sehingga yang beli enggak takut,” tambahnya.

Memilih trusted online shop di Facebook, dinilainya, juga sulit dicari indikatornya. Jika dibandingkan dengan Kaskus yang ada rating-nya untuk melihat apakah penjual yang menawarkan barang dagangannya bisa dipercaya atau tidak.

List daftar hitam dan putih

Pengelola grup Blacklist & Whitelist Seller or Buyer of Online Shop, Chairunnisa Dian, mengakui, semakin menjamurnya online shop di Facebook diikuti dengan maraknya penipuan oleh orang-orang licik dan tak bertanggung jawab.

Setidaknya, hal itu terbaca dari banyaknya keluhan baik dari pemilik online shop ataupun pembeli tentang beragam modus penipuan yang mereka alami. Keberadaan grup ini diharapkan bisa menjadi sarana mediasi atas berbagai permasalahan yang muncul.

“Yang paling banyak itu penipuan OS (online shop) yang menjual gadget (HP, BB, dll)..dan juga banyak buyer yang ternyata usaha nipu, Jadi, butuh 1 wadah untuk saling sharing pengalaman yang pastinya harus pake bukti-bukti supaya member dari grup bisa nilai sendiri tanpa ada maksud fitnah atau karena saingan,” kata Chairunnisa.

Dengan sharing informasi, para online shopper bisa mempelajari modus dari pembeli “nakal” yang mencoba mencari cara mendapatkan barang dengan cara gratisan. Demikian pula bagi mereka yang hobi belanja online, bisa memahami karakter online shop fiktif yang lari setelah menerima uang transferan.

Menariknya, grup ini juga membuat daftar online shop “hitam” dan “putih” berdasar pengalaman yang dibagi. Sebuah link khusus dibuat untuk mengetahui mana saja online shop yang bisa dipercaya dan mana yang sudah di-blacklist.

Demikian juga dengan pembeli “putih” dan “hitam”. Modusnya cukup canggih dan beragam. Ada beberapa online shop yang tertipu dengan satu buyer yang sama. Pun tak sedikit buyer yang ditipu oleh online shop fiktif. Seperti apa modusnya.
Bagian II :

Selalu saja ada pihak-pihak yang memanfaatkan celah untuk mengeruk keuntungan dari sebuah kegiatan bisnis. Begitu pula dengan maraknya toko online yang berbisnis melalui situs jejaring sosial Facebook.

Tak perlu takut berbelanja online, tetapi hanya perlu waspada dan memahami bagaimana modus-modusnya. Pakar strategi dan pemasaran bisnis online, Nukman Luthfie, mengatakan, dibuatnya sebuah grup yang mewadahi para penjual dan pembeli sangat baik untuk menciptakan kegiatan bisnis yang “sehat” di Facebook.

Maraknya penipuan menurut dia bukan sesuatu yang harus terlalu disikapi berlebihan, melainkan perlu pencegahan guna mempersempit ruang gerak “the liars” alias penipu-penipu.

“Misalnya dengan berbagi pengalaman bagi mereka yang pernah ditipu, baik oleh onlineshop maupun oleh pembeli. Kalau banyak di-share kan akan lebih banyak orang yang waspada sehingga penipu-penipu ini akan lebih mudah terbaca modusnya,” kata Nukman kepada Kompas.com, pekan lalu.

Pengelola grup Blacklist & Whitelist Seller or Buyer of Online Shop, Chairunnisa Dian, mengatakan, modus yang dijalankan oleh orang-orang tak bertanggung jawab itu memang cukup beragam. Ia menjelaskan, modus pembeli macam ini biasanya mengaku sudah melakukan transfer dan meminta agar barang segera dikirimkan ke alamatnya. Pembeli seperti ini cenderung memanfaatkan sikap penjual yang mengabaikan pengecekan apakah transferan si pembeli benar-benar sudah masuk ke rekeningnya. “Modus penipuan buyer biasanya bilang kalau dia udah transfer, padahal belum,” kata Chairunnisa.

Lebih ekstrem lagi, pembeli nakal bisa mengakali penjual dengan mengirim hasil scanner atau bukti SMS banking yang telah direkayasa. Biasanya, penjual akan langsung percaya bahwa konsumennya memang telah melakukan transaksi. Adapun modus penipuan oleh onlineshop fiktif biasanya menggunakan cara pembelian dengan sistim pre-order alias pemesanan dengan down payment (uang muka) terlebih dahulu.

“Penjual nanti bilang barangnya pre-order, kemudian minta cepet-cepet transfer uang atau malah minta buyer untuk beli lebih banyak supaya dapat diskon. Ujung-ujungnya, setelah buyer transfer, buyer di-remove dari FB onlineshop-nya,” ujarnya.

Modus lainnya, “Misalnya buyer memesan baju A, enggak taunya yang datang baju B. OS (onlineshop) itu bilang salah kirim dan minta barang yang salah dikirim ulang. Setelah barang yang salah dikirim ulang, OS-nya ngilang. Ada lagi OS yang kirim barang yang udah rusak atau enggak sesuai sama foto. Sering dibilang baju impor, enggak tahunya baju Indonesia yang dibuat jiplakan dari baju Korea,” kisah Chairunnisa.

Modus-modus ini diketahui dari “curhatan” onlineshop atau buyer yang menuliskannya di discussion board grup Blacklist & Whitelist Seller or Buyer of The Onlineshop. Beberapa masalah terselesaikan setelah admin grup, buyer, dan onlineshop yang tergabung di grup tersebut membantu melacak profil “the liars”. Bahkan, ada pula yang berhasil mendapatkan uangnya kembali.

Onlineshop fiktif biasanya mencomot alias mengopi foto dari onlineshop lain dan membuat seolah-olah barang tersebut adalah barang dagangannya. Setelah ada orderan dan menerima transfer pembayaran, ia akan menghilang. Tak hanya me-remove pembeli yang sudah bertransaksi, sejumlah the liars bahkan ada yang langsung menghilangkan akun Facebook-nya. Aksi-aksi seperti ini diakui oleh sejumlah pemilik onlineshop merugikan mereka yang benar-benar serius membangun bisnis online.

“Mau curhat nih... sejak rame kasus OS (onlineshop) banyak yang nipu jadi sepi pembeli, jadi enggak semanget :( hufttt...,” keluh pemilik onlineshop, Avicena.

Hal yang sama juga dikeluhkan oleh pemilik onlineshop lainnya, “aku aja yang ready stock gini aja masih sepi lho..aku pikir kenapa kok pada enggak ada yang liat-liat. Yang comment pun jarang lho! Aduh...itu yang nipu-nipu kok kebangetan yaaa....kasian kita-kita yang serius dan bergantung ke onlineshop kaya gini yaaa,” timpal Chinkchink Shop.

Panjang tidaknya “umur” bisnis online di Facebook memang akan bergantung pada tren jejaring ini sendiri. Sepanjang tak ada pihak-pihak yang mengeruk keuntungan “haram” dan menghancurkan rasa percaya di kalangan komunitas dunia maya, bisnis di Facebook kemungkinan akan lama bertahan. Catatannya, waspada dan mengamati dengan jeli dengan siapa Anda bertransaksi.
Bagian III :

Maraknya penipuan dalam transaksi bisnis online tak perlu menimbulkan ketakutan berlebihan. Pakar strategi dan pemasaran bisnis online, Nukman Luthfie, mengatakan, dalam berbelanja online diperlukan sikap waspada karena dasar dari transaksi di dunia maya ini adalah trust alias kepercayaan.

Nah, apa yang harus dijadikan panduan berbelanja online secara aman? Salah satu yang sedang booming adalah menjamurnya toko online di situs jejaring sosial Facebook. Nukman mengungkapkan, beberapa hal yang harus diperhatikan adalah meng-capture dan menyimpan data-data penting, baik pemilik toko maupun pembeli. Keduanya bisa menghindari dan berjaga-jaga jika suatu waktu terjadi hal yang tidak diinginkan.

“Akun FB (Facebook) bisa dibuat oleh siapa saja, orang bisa berganti akun kapan dia mau. Jangan lupa menyimpan datanya, seperti nama, dan identitas lainnya setiap ada transaksi di FB. Capture beberapa fotonya, kalau bisa foto yang tidak sendiri, lihat konsisten enggak fotonya. Kita kan enggak tahu dia yang mana,” kata Nukman kepada Kompas.com pekan lalu.

Nukman menyarankan, jangan melayani undangan berteman (request friend) yang tanpa menggunakan foto profil. Hal ini untuk mencegah akun tak bertanggung jawab.

Berikutnya, amati profil orang yang bersangkutan dan kegiatan di wall-nya. “Dari situ kita bisa tahu karakter orangnya bagaimana. Amati komentar-komentar orang lain bagaimana. Jadi, langkahnya, berteman dulu, cek profilnya, kemudian yakini bahwa dia benar, tidak fiktif,” ujarnya.

Langkah selanjutnya, jangan melakukan transaksi besar untuk kali pertama transaksi. Sebaiknya, beli satu atau dua produk untuk melihat apakah penjual bisa dipercaya. Nukman juga mengingatkan, jika transaksi besar, maka jangan gunakan down payment atau uang muka.

“Kalau beli besar, ketemu dulu lebih baik atau, untuk penjual, minta full payment. Kalau bayar DP riskan ditipu ketika si pembeli sudah mendapatkan barangnya. Dia bisa kabur begitu saja,” kata Nukman.

Kelemahan mengamati hal-hal di atas, sering kali dimanfaatkan sebagai celah bagi komplotan penipu untuk mengeruk keuntungan. Setidaknya, itu pula yang terungkap dari sejumlah cerita para pemilik onlineshop dan pembeli yang dituangkan dalam laman grup Blacklist & Whitelist Seller or Buyer of The Onlineshop.

Tak sedikit penjual yang ditipu pembelinya. Modusnya, melakukan pembelian dalam jumlah besar dan membayar uang muka. Kemudian, sang pembeli meminta barang segera dikirimkan. “Karena sudah percaya, maka penjual mengirimkan barangnya, setelah itu pembelinya kabur,” ujar pengelola grup Blacklist & Whitelist Seller or Buyer of The Onlineshop, Chairunnisa Dian.

Hal yang sama juga terjadi pada pembeli. Pemilik toko online fiktif kerap mendesak pembelinya segera mentransfer sejumlah uang. Setelah uang ditransfer, ia akan di-remove dari daftar teman dan keberadaannya sulit dilacak. Admin grup yang merupakan wadah bagi penjual dan pembeli itu pun memberikan sejumlah panduan aman bagi pembeli dan penjual dalam bertransaksi secara online.

Hal awal yang bisa dipantau oleh calon pembeli :
Cek nomor telepon dan e-mail. Setelah itu, coba lakukan pencarian di search engine di Google. Dari pencarian ini biasanya akan diketahui profil-profil penjual yang pernah melakukan penipuan.

Cek alamat lengkap penjual, telepon berikut kode areanya, dan hubungi nomor tersebut.

Selain itu, kita juga bisa menggunakan jasa perantara transaksi seperti http://www.skbdn.com.

Untuk penjual:
1. Waspadai jika ada pembeli yang mengatakan, "Saya minta cepat barang diantar hari ini dengan jumlah xxx (agak banyak)". Tak jarang, hal ini dilakukan hanya untuk mendapatkan barang tanpa melakukan pembayaran.

2. Modus lainnya, "Saya udah transfer, tolong kirim cepat" dan ternyata transferan tidak pernah dilakukan. Namun, cara ini cenderung bisa dihindari karena sebagian besar pemilik toko online sudah menggunakan SMS atau internet banking sehingga bisa melakukan pengecekan langsung.

3. Hindari transaksi Sabtu dan Minggu karena pada hari tersebut mutasi rekening internet banking ikut libur.

Bisnis online memang memberikan keuntungan, baik bagi pembeli maupun penjual. Seorang konsumen online, Lina, mengatakan, dengan berbelanja online, ia merasa dimudahkan dari sisi waktu dan bisa menjelajah banyak barang di beberapa onlineshop untuk mendapatkan harga termurah.

“Enggak capek. Bayangkan, kalau kita belanja ke mal, keliling ke sana sini kan capek. Apalagi kadang enggak bisa ditawar. Belanja online, kita masih bisa nawar dan barangnya juga bagus-bagus, kok. Harganya kadang juga lebih murah. Alhamdulillah, saya sih ketemu onlineshop yang baik-baik aja. Biasanya saya komunikasi dulu untuk tahu karakter penjualnya. Setelah itu, feeling aja, oh ini bisa dipercaya,” ujar Lina.

So, hanya perlu waspada, tak perlu “parno”! (Habis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berikan Komentar Posting :